Hal ini terinspirasi dari Guru Matematika saya sewaktu saya duduk di bangku SMA kelas XII. Beliau pernah mengatakan hal ini kepada saya, yang menginspirasikan saya dalam menulis reportase ini. Dari segala usia mungkin pernah dan bahkan sering untuk datang ke suatu “UNDANGAN PERNIKAHAN”. Saya yang pernah menjadi tamu dalam dua kondisi yang berbeda yaitu PERNIKAHAN MEWAH dengan PERNIKAHAN SEDERHANA menggaris bawahi yang terjadi dalam pemberian amplop. Satu persatu akan saya ulas mengenai hal tersebut.
Ketika saya menghadiri PERNIKAHAN MEWAH di salah satu
gedung ternama di Jakarta. Disana disajikan berbagai makanan lezat, dengan 2
tipe, yaitu tersedia makanan khas
Indonesia sebagai menu utama dan makanan luar Indonesia sebagai sampingannya. Dan
berbagai macam minuman, mulai dari jus, sirup dan minuman – minuman lainnya.
Sang pengantin baik pria maupun wanita, menggunakan dua gaun pengantin dalam
sesi sore dan malam.
Tak
kalah dengan para tamu yang juga tampil glamour, dengan balutan pakaian terusan
yang seksi atau pas body dan perhiasan yang melilit di tangan mereka ataupun
yang menggantung di leher mereka. Juga panitia acara menggunakan seragam kebaya
dengan warna yang sama dan rabut yang juga tata rias salon.
it's me |
Semua tampak cantik dan mempesona, yang
sudah saya pastikan bahwa ereka semua kesini dengan menggunakan keadaan pribadi, ya setidaknya menggunakan taksi walaupun
biaya ongkos membengkak. Dan diperkirakan mereka semua yang hadir disini
adalah para wanita dan pria yang
berpendidikan ( baik yang masih pelajar, mahasiswa/i ataupun pekerja ). Tak
mau dibilang tak meriah, sang pengantin yang juga saya rasa dari golongan kaum
berada, mengundang salah satu artis
sebagai pengisi acara musiknya. Dan tampak 2-3 orang artis senior menghadiri
acara tersebut, walaupun dari pihak wanita maupun pria bukanlah artis.
Dapat dibayangkan bukan keadaan pada saat acara tersebut berlangsung? Dan
menurut hipotesa saya, para tamu undangan memberikan sejumlah
uang dalam amplop, dengan jumlah ratus ribu ataupun lebih.
Sangat berbeda sekali dengan PERNIKAHAN SEDERHANA ALA KADARNYA
yang sering saya jumpai di sekitar rumah saya ataupun melihat di pinggir jalan.
Bertempat tinggal di gang, memang mengakibatkan sangat sulit di akses para tamu
ketika mengadakan suatu acara. Namun pernikahan – pernikahan yang sering saya
jumpai tersebut tetap berlangsung dengan meriah, tak kalah dengan kisah
sebelumnya yang saya perbincangkan. Makanan
disajikan dalam satu jenis saja, yang umumnya makanan khas Indonesia atau
makanan khas sang mempelai wanita. Dan sebagai pencuci mulut buah buahan yang
biasanya pisang, jeruk atau sedikit anggur. Dan menu cemilan untuk anak – anak,
kue – kue sederhana, pudding atau es krim yang pasti memiliki cita rasa berbeda
dengan es krim dalam kisah sebelumnya. Sang pengantin pun hanya mengenakan satu
jenis gaun selama seharian.
Dan
para tamu undangan pun berpakaian rapih namun jauh dari kesan mewah apalagi
glamour. Panitia acaranya pun hanya mengenakan pakaian rapih saja. Transportasi
para undangan pun berbeda – beda. ada beberapa kendaraan pribadi terpajang di
depan gang, dan mereka harus berjalan kaki menuju lokasi pernikahan. Ada yang
naik motor, naik angkot bahkan ada yang berbondong – bondong datang dengan menyewa
angkot ( angkutan kota ). Biasanya acara seperti ini, dihadiri oleh para ibu –
ibu dan bapak – bapak. Tampak jarang anak muda yang ingin
mengikuti orang tuanya untuk hadir dalam acara tersebut.
Biar tampak meriah, di Undangan kerap
kali saya temukan kata – kata “ turut mengundang ketua RT xx, ketua RW xx”,
yang biasanya ditulis adalah orang – orang penting atau terkenal. Dan yang
menjadi ciri khasnya adalah selesai acara sering kali ada DANGDUTAN hingga larut
malam. Namun pemberian amplop juga cukup berbeda, hypotesa saya para
tamu undangan memberikan sejumlah uang dengan kisaran ribu hingga puluh ribu
saja. Dan mungkin lebih banyak diantara mereka, memberi dibawah lima puluh
ribu.
Ya setidaknya kita menyadari bahwa sang
mempelai dari kisah pertama berasal dari kaum berada, dari keluarga baik pria
maupun wanita yang memiliki ekonomi lebih dan diatas rata – rata. Dapat kita
lihat pada perayaan pesta yang saya kisahkan tersebut, dimana mulai dari
makanan, tamu undangan, panitia serta transportasi semuanya tampak mewah. Dan
buat apa kita memberikan amplop tebal kepada mereka, toh mereka sudah sangat
mampu membuat acara yang semewah itu. Pesta meriah bukan berarti berharap balas
budi amplop tebal kan. Dan dapat dipastikan, awal pernikahan merekapun tidak membuat
mereka serba kekurangan.
Sedangkan dengan keadaan yang
sesudahnya ( cerita kedua ), saya yakin mereka menabung dengan susah payah
untuk acara ini. Dan seharusnya kita memberi amplop tebal untuk mengembalikan
modal sang mempelai ini, serta untuk kehidupan awal pernikahan mereka. Ya saya
berharap hal ini dapat membuka mata para pembaca, dan menyadari hal kecil yang
sudah menjadi tradisi ini. Jangan hanya rasa gengsi yang membuat kita berlaku
seperti hal tersebut. Semoga untuk kedepannya bangsa Indonesia dan juga para
pembaca bisa lebih baik lagi.